INTRODAKSI UMUM TENTANG
FILSAFAT HUKUM ISLAM
I.
PENDAHULUAN
Filsafat dapat diartikan sebagai cinta kebenaran,
maksudnya mengetahui suatu ilmu dengan sedetail-detailnya. Begitu juga dengan
hikmah. Hikmah merupakan hakekat dibalik sesuatu. Jika diruntut sebenarnya kata
filsafat dan hikmah sering disamakan oleh para ahli. Hal ini terlihat dari
pemakaian kata hikmah oleh para ahli misalnya Ibnu Manzur, Ibnu Sina dan
sebagainya. Kedua term ini saling di-sinonim-kan oleh para ahli karena kedua
term ini memiliki beberapa kesamaan seperti pada sumbernya yang berupa masalah,
obyek yang dikaji berdasarkan fakta dan data, dan metode pemecahannya
menggunakan analisis. Jadi tidak salah jika para ahli men-juxtaposition-kan kedua term ini dengan kata hukum islam.
Filsafat hukum islam merupakan filsafat yang kajian
obyeknya adalah hukum islam. Yaitu hukum-hukum yang meliputi syari’ah dan
fiqih. Namun pada makalah ini penulis hanya menggambarkannya secara lebih
ringkas tidak menyeluruh. Dari pembahasan hukum islam (syaria’ah dan fiqih)
penulis berlanjut membahas mengenai kegunaan filsafat bagi hukum islam.
Dalam makalah ini penulis mengkerucutkan pembahasan
namun secara ringkas. Pembahasan-pembahasan tersebut meliputi:
v Pengertian
term filsafat dan hikmah serta pen-juxtaposition-nya
dengan hukum islam
v Konteks
hukum islam dalam syari’ah dan fiqih
v Manfaat
filsafat bagi pengembangan hukum islam
II.
PEMBAHASAN
A.
Juxtaposition
Antara Filsafat Dan Hukum Islam
1. FilsafatdanHikmah
Sebelum membahas tentang penjejeran filsafat dan hukum
islama dabaiknya dipahami dulu term dari kata filsafat. Filsafat berasal dari bahasa
yunani philoshopia yang berarti cinta
kebijaksanaan. Kata ini diserap kedalam bahasa Arab menjadi falsafah yang berarti hubbub al-hikmah yakni cinta kebijaksanaan.
Oleh karena itu dalam bahasa Indonesia seringkali digunakan kata falsafah. Kata
ini jelas diserap dari bahasa Arab dan bahasa Inggris.Dengan demikian, dalam kamus
umum bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta yang diterbitkan Balai Pustaka
digunakan dua kata ini : falsafah dan filsafat. Orang yang berfilsafat disebut filsuf
atau filososf yaitu orang yang mempunyai kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengetahuan
filsafat.
Namun dalam bahasa Arab orang yang bijaksana disebut
hakim. Akan tetapi, filosof dalam arti
orang yang mencintai kebijaksanaan tidak disebut hakim melainkan muhbib al-hikmah (pecinta kebijaksanaan).
Sedangkan hakim dilihat dari akar-katanya berasal dari
kata hikmah yang dalam bahasa Arab berarti besi kekang, yakni besi pengekang binatang.
Kata hikmah dalam pengertian ini kemudian dipakai dalam pengertian kendali yang
dapat mengekang dan mengendalikan manusia yang memilikinya untuk tidak berkehendak,
berbuat, bertindak dan berbudi pekerti yang rendah dan tercela, melainkan mengendalikannya
untuk berbuat dan bertindak serta berperilaku yang benar dan terpuji.Terdapat beberapa
pengertian mengenai term hikmah:
Menurut Ibn Manzur hikmah adalah ilmu yang sempurna dan
bermanfaat sedangkan, menurut Ibnu Sina hikmah adalah mencari kesempurnaan diri
manusia dengan menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat baik
yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar kemampuan manusia. Rasyid
Ridha mendefinisikan hikmah sebagai pengetahuan mengenai hakikat tentang sesuatu
dan mengenai hakikat apa yang terdapat dalam sesuatu tersebut mengenai faidah dan
manfaatnya yang mana dari pengertian tersebut mendorong untuk melakukan perbuatan
yang benar dan baik.
Rumusan di atas mengisyaratkan bahwa hikmah sebagai paradigma
pengetahuan memiliki ketiga unsur utama, yakni: 1). masalah 2). Fakta dan data
3).Analisis ilmuan sesuai dengan teori.Ketiga
unsur ini juga terdapat dalam filsafat yang mana dengan begitu dapat ditarik kesimpulan
bahwa antara filsafat dan hikmah terdapat kesamaan. Jadi, dengan demikian term
filsafat dan term hikmah memiliki maksud sama yaitu mencari hakikat dibalik sesuatu.
Jika dikatakan filsafat hukum islam maka bisa disebut juga hikmah hukum islam.
2. Hukum
Islam
Kata hukum islam sama sekali tidak ditemukan dalam
al-Qur’an. Yang ada dalam al-Qur’an hanya kata syari’ah, fiqih, hukum Allah dan
yang seakar dengan kata-kata tersebut. Kata hokum islam merupakan terjemahan dari
term “Islamic law” dari literatur barat yang berarti keseluruhan
khitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya. Sebenarnya
tidak ada penjelasan yang pasti mengenai definisi hukum islam. Namun jika dilihat
dari term-nya hukum islam terdiri dari dari dua suku kata yaitu hukum yang
berarti seperangkat peraturan tentang tingkahlaku yang diakui Negara atau masyarakat
dan berlaku mengikat bagi anggota Negara atau masyarakat tersebut. Dari
pengertian hukum tersebut kemudian disandingkan dengan kata islam. Dengan begitu
obyek hukum untuk menjalankannya adalah orang islam.
Menurut Prof. Mahmud Syaltout, hukum islam adalah peraturan
yang diciptakan oleh Allah supaya manusia berpegang teguh kepada-Nya di dalam perhubungan
dengan Tuhan dengan saudaranya sesama Muslim dengan saudaranya sesama manusia,
beserta hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Dengan demikian secara sederhana dapat disimpulkan bahwa hukum
islam adalah hukum yang berdasarkan wahyu (datang dari Allah) yang mengatur hubungan
makhluk dengan tuhannya dan mengatur makhluk dengan makhluknya yang mana peraturan
ini mengikat bagi orang islam.
B.
Konteks
Hukum Islam dalam Syariah Dan Fiqih
1. Syariah
Syariat dalam bahasa Arab berarti tempat air minum
yang selalu menjadi tempat tujuan, baik tujuan manusia maupun binatang. Syariah
dalam pengertian ini bkemudian berkembangmenjadi sumber kehidupan yang menjamin kehidupan dunia maupun akhirat.
Oleh Karena itu syariah dalam istilah hukum islam berarti hukum-hukum dan tata aturan
yang disampaikan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dengan demikian yang dimaksud disini
adalah wahyu baik itu berupa al-Qur’an atau Sunnah. Dengan kata lain syariah adalah
sumber hukum yang tidak berubah sepanjang masa karena berasal dari al-Qur’an
dan Sunnah.
Akan tetapi, syariah kadang-kadang berkonotasi sumberhukum
islam yang tidak tetap dan tidak berubah sepanjang masa dan sumber islam dapat berubah
atau berkembang. Oleh karena itu syariah berarti sumberhukum islam yang
meliputi al-Qur’an, Sunnah (Hadits), Ijma’, dan Qiyas.
2. Fiqih
Fiqih secara bahasa berarti faham, pengertian atau pengetahuan
hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Q.S. at-Taubah:9. Sedangkan
menurut istilah ilmu syariah yaitu pengetahuan tentang syariah, pengetahuan tentang
hukum-hukum perbuatan mukallaf secara
rinci berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an dan Sunnah dengan cara istinbath
al-ahkam yakni penggalian, penjelasan penerapan hukum.
Dari definisi di atas berarti hukum-hukum yang
dilakukan penggalian merupakan hukum yang belum jelas (zhanni). Maka, hasil dari
penggalian dan penjelasan hukum tersebut disebut fiqih atau dengan kata lain
fiqih adalah dugaan atau pemah aman kuat seorang mujtahid mengenai hukum Allah
yang bersifat zhanni dan furu’i.
3. Syariah
dan Fiqih Sebagai Hukum Islam
Hukum islam merupakan sekumpulan peraturan yang
berlandaskan khitab Allah yang isinya mengatur hubungan tuhan dengan makhluknya
dan hubungan antar makhluknya. Hukum islam tersebut didalamnya bisa berupa syariah
yang berasal dari Allah atau fiqih yang berasal dari pemahaman mujtahid mengenai
teks-teks Allah yang zhanni.
Dengan kata lain hukum islam bisa dikatakan syariah atau
fikih. Dikatakan syariah apabila hukum islam yang dimaksud adalah bersumber dari
Allah secara langsung, dan dikatakan fiqih apabila hukum islam tersebut bersumber
dari pemahaman mujtahid tentang khitab syari’.
C. Manfaat Mempelajari Filsafat Bagi
Pengembangan Hukum Islam
Filsafat hukum islam adalah filsafat yang diterapkan
pada hukum islam. Ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu,yaitu
hukum islam. Maka, filsafat hukum islam adalah filsafat yang menganalisis hukum
islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapat keterangan yang mendasar,
atau menganalisis hukum islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya. Alat
yang digunakan untuk menganalisis dalam berfilsafat adalah akal (ra’yu).
Penggunaan filsafat (akal:ra’yu) bertujuan agar maksud dan tujuan
ditetapkannya hukum islam (syari’at islam)
dibalik nash yang tersirat (zhanni)dapat terjelaskan.
Untuk
mengetahui hukum Allah yang tersirat dibalik lafazh dibutuhkan pengkajian
menggunakan akal (ra’yu). Di sini diperlukan daya nalar untuk mengetahui
hakekat dan tujuan suatau lafazh dalam nash, yang memungkinkannya untuk
merentangkan hukum yang berlaku dalam lafazh tersebut kepada kejadian lain yang
bermunculan dibalik lafazh itu.
Pada
dasarnya penggunaan akal dipergunakan dalam menetapkan hukum bila padanya tidak
terdapat aturan-aturan secara harfiyyah. Begitu pula dalam keadaan-keadaan
tertentu ra’yu-pun dapat digunakan terhadap hal-hal yang sudah diatur
oleh nash tetapi dalam pengaturan yang secara tidak pasti. Dengan demikian ra’yu
dapat digunakan dalam dua hal.
Pertama
dalam hal-hal yang tidak ada hukumnya sama sekali. Dalam hal ini mujtahid
menemukan hukum secara murni dan tidak akan berbenturan dengan ketentuan
nash yang sudah ada karena memang belum ada nashnya.
Hal ini yang menyebabkan penemuan seorang ahli berbeda dengan penemuan pakar
ahli yang lain (penemuan bersifat relatif).
Kedua,
akal (ra’yu) dapat digunakan dalam
hal-hal yang sudah diatur dalam nash tetapi penunjukannya dalam hukum tidak
secara pasti.
Misalnya dalam masalah ‘iddah yang
dijelaskan dalam Q.S.Al-Baqarah:288. Dalam kata quru’ menghasilkan beberapa pengertian seperti 3 kali sucian, 3
kali suci. Pemahaman makna tersebut berasal dari pemikiran akal (ra’yu).
Dengan
penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan akal (ra’yu : filsafat) bermanfaat untuk
mengkaji hukum islam baik filsafat sebagai alat analisis terhadap
masalah-masalah yang telah ada hukumnya untuk kemudian dipadankan dengan yang
belum ada hukumnya ataupun sebagai metode menggali hukum baru yang sesuai
dengan keadaan zaman namun hukum tersebut tidak melenceng dari sumber hukum
islam yang ada.
III.
KESIMPULAN
Dari beberapa
penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa:
-
Filsafat dan hikmah memiliki kesamaan
dalam arti yaitu mencintai kebijaksanaan dan memiliki kesamaan dalam
unsure-unsurny seperi sumber obyeknya berangkat dari masalah, mengurai
berdasarkan fakta dan data serta menggunakan metode penganalisisan dsb.
-
Hukum islam merupakan term yang tidak
ada dalam al-qur’an namun menurut para ahli hukum islam mencakup syari’ah dan
fiqih.
-
Hukum islam bisa dikatakan syariah
apabila hukum tersebut berisi hal-hal yang sifatnya pasti (qoth’i) tidak membutuhkan penjelasan.
-
Hukum islam dikatakan fiqih apabila
bersumber dari pemahaman para mujtahid tentang hal-hal yang sifatnya belum
pasti (zhanni).
-
Menganalisis hukum islam menggunakan
filsafat dapat menjadikan hukum islam memiliki hukum-hukum yang sesuai zaman
dan tentunya sesuai dengan tujuan maqashid
syariah .
IV.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang penulis susun. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari
penyusunan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran konstruktif sangat penulis
harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca lebih-lebih kepada penulis. Amin…
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an dan
Terjemahannya, Departemen Agama RI.
Djamil,
Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos WacanaIlmu, 1997.
Praja, S.
Juhaya Filsafat Hukum Islam, Bandung:
Pusat Penerbitan UNISBA, 1995.
Poerwadarminta,
W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, tt.
Zaini Dahlan, dkk, Filsafat
Hukum Islam, DEPAG:1987